Kamis, 02 Desember 2010

TSUNAMI EARLY WARNING SYSTEM

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_peringatan_dini_tsunami

Sistem peringatan dini tsunami adalah sebuah sistem yang dirancang untuk mendeteksi tsunami kemudian memberikan peringatan untuk mencegah jatuhnya korban. Sistem ini umumnya terdiri dari dua bagian penting yaitu jaringan sensor untuk mendeteksi tsunami serta infrastruktur jaringan komunikasi untuk memberikan peringatan dini adanya bahaya tsunami kepada wilayah yang diancam bahaya agar proses evakuasi dapat dilakukan secepat mungkin.



Ada dua jenis sistem peringatan dini tsunami yaitu sistem peringatan dini tsunami internasional dan sistem peringatan dini tsunami regional. Gelombang tsunami memiliki kecepatan antara 500 sampai 1.000 km/j (sekitar 0,14 sampai 0,28 kilometer per detik) di perairan terbuka, sedangkan gempa bumi dapat dideteksi dengan segera karena getaran gempa yang memiliki kecepatan sekitar 4 kilometer per detik (14.400 km/j). Getaran gempa yang lebih cepat dideteksi daripada gelombang tsunami memungkinan dibuatnya peramalan tsunami sehingga peringatan dini dapat segera diumumkan kepada wilayah yang diancam bahaya. Akan tetapi sampai sebuah model yang dapat secara tepat menghitung kemungkinan tsunami akibat gempa bumi ditemukan, peringatan dini yang diberikan berdasarkan perhitungan gelombang gempa hanya dapat dipertimbangkan sebagai sekedar peringatan biasa saja. Agar lebih tepat, gelombang tsunami harus dipantau langsung di perairan terbuka sejauh mungkin dari garis pantai, dengan menggunakan sensor dasar laut secara real time.
Sistem peringatan dini tsunami pertama kali dibuat di Hawaii pada 1920-an.


Sistem peringatan dini tsunami internasional

Samudra Pasific
Sistem peringatan dini tsunami untuk samudra Pasifik ditangani oleh Pusat Peringatan Dini Tsunami Pasifik (Pacific Tsunami Warning Center), Amerika Serikat yang dioperasikan oleh NOAA. Fasilitas ini berlokasi di Pantai Ewa, Hawaii dan mulai beroperasi pada 1949 setelah gempa bumi dan tsunami yang melanda Pulau Aleutian yang memakan korban 165 orang di Hawaii dan Alaska. Koordinasi tingkat internasional tercapai lewat Kelompok Koordinasi Internasional untuk Sistem Peringatan Dini Tsunami di Pasifik, yang dibangun oleh Komisi Antarpemerintah untuk Oseanografi UNESCO.
Samudra Hindia
Sebagai respon atas tsunami samudra Hindia tahun 2004 yang memakan korban sekitar 200.000 orang, sebuah konferensi PBB diselenggarakan pada Januari 2005 di Kobe, Jepang dan memutuskan untuk membangun sebuah Sistem Peringatan Dini Tsunami Samudra Hindia.

Atlantik Timur Laut, Laut Mediterania dan sekitarnya
Pertemuan pertama dari Kelompok Koordinasi Antarpemerintah untuk Sistem Peringatan Dini Tsunami dan Mitigasi untuk Atlantik Timur Laut, Laut Mediterania dan sekitarnya diadakan oleh Komisi Antarpemerintah untuk Oseanografi UNESCO pada pertemuannya yang ke-23 pada Juni 2005 di Roma pada 21-22 November 2005. Pertemuan ini menghasilkan resolusi XXIII.14. Pertemuan yang diselenggarakan oleh pemerintah Italia (Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Lingkungan dan Perlindungan Wilayah Italia) dihadiri oleh sekitar 150 partisipan dari 24 negara, 13 organisasi dan sejumlah pengamat.

PERANAN IT DALAM PENANGGULANGAN & PENCEGAHAN BENCANA ALAM


Ingatan kita pasti masih segar ketika mengingat terjadinya rangkaian bencana Tsunami yang terjadi di Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam dan yang terakhir adalah gempa bumi dan Tsunami akibat meletusnya Gunung Merapi di Pantai Selatan Pulau Jawa, Yogyakarta, Jawa Tengah. Ratusan ribu korban berjatuhan membuat aktivitas penanganan pasca bencana harus dilakukan dengan sangat cepat. Rusaknya infrastruktur jalan, jaringan telekomunikasi, instalasi listrik, perumahan, dan berbagai sarana penunjang aktivitas sosial lain membuat penanganan korban menjadi sangat tidak mudah.



Teknologi informasi dan komunikasi hadir dan memberikan banyak kemudahan dalam proses evakuasi terbesar dalam sejarah Republik ini. Dengan perangkat telepon satelit yang kecil dan mudah dibawa; proses evakuasi korban, pemberian bantuan, dan pemantauan keadaan korban bencana menjadi mudah dilakukan. Tidak terbayang apa jadinya NAD dan Sumatera Utara, Pantai Selatan Pulau Jawa, dan Yogyakarta pasca bencana Tsunami dan gempa tanpa bantuan teknologi informasi dan komunikasi.


Ciri khas manajemen teknologi informasi :

Terkoneksi. Semua elemen organisasi akan terkoneksi satu dengan yang lainnya. Batasan yang merintangi akan mudah ditembus karena banyak gadget teknologi yang dimanfaatkan.

  • Serba cepat. Tidak perlu birokrasi yang berlama-lama. Melalui teknologi informasi birokrasi menjadi “kalau bisa dipermudah kenapa dipersulit?”
  • Terintegrasi. Ya, semua elemen organisasi akan terintegrasi secara lebih mudah. Integrasi di sini dalam bentuk komunikasi hubungan, dan seterusnya.

Seperti apa peranan IT yang berkaitan dengan bencana ?

  • Deteksi dini. Ya, tepatnya early warning system. Manusia tidak bisa mengelak dari bencana. Tapi ketika mengetahui akan adanya bencana, setidaknya manusia bisa menyelamatkan diri.
  • Pemetaan. Gejala alam bisa juga diketahui dari tren yang berlangsung. Pola yang terjadi dalam rentang sekian tahun. Teknologi informasi bisa membantu memetakan hal tersebut.
  • Koordinasi. Ketika bencana telah terjadi peran teknologi informasi sangat vital dalam hal koordinasi.